Kamis, 31 Januari 2013

Dampak Desentralisasi Pendidikan SMP dan Solusinya
Sekolah Menengah Pertama yang disingkat dengan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar 9 Tahun (SD, SMP).
Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
Sejak dialihkannya pengelolaan Pendidikan SMP dari Sentralisasi kepada Desentralisasi (kepada daerah) banyak kesenjangan hasil pendidikan antara satu daerah  dengan daerah yang lain. Dari segi pendanaan saja nampak daerah yang maju dan kaya  akan menganggarkan dana pendidikan besar. Dana Bantuan  Operasional  Sekolah (BOS) masih di bawah Standar Pembiayan. Oleh karena itu Dana BOS dari APBN   seharusnya  dibantu dengan Dana BOS Kabupaten dan Provinsi, namun karena ketidakmampuan Dana APBD dan ketidakmauan (Politic Will) Pengambil Kebijakan di tingkat daerah maka tidak ada anggaran Bantuan Dana Sharing BOS Daerah, Dampaknya adalah  penyelenggaraan pendidikan SMP berjalan apa  adanya sesesuai dengan dana apa adanya Dengan dana apa adanya tentu hasil Pendidikan yang dihasilkan juga apa adanya. Hal ini sudah berjalan selama kurang lebih dua belas tahun. Kalau seperti ini terus kapankah Pendidikan di daerah yang minus (dalam tanda kutip) akan maju menyamaikan daearah yang kaya dan besar anggarannya.
Di samping hal di atas dengan adanya otonomi daerah dalam pendidikan  Pimpinan Satuan pendidikan masih dipengaruhi oleh  unsur politik. Siapa yang menjadi Team Pemenangan dan punya andil modal (biaya) dapat menjadi Kepala sekolah. Sedangkan yang kalah dan tidak punya modal akan dikick dari Pimpinan sekolah. Alangkah menyedihkan kondisi pendidikan di daerah seperti ini.jika tidak segera dicaikan solusinya. Salah satu Solusinya adalah mengembalikan pendidikan menjadi sentralisasi.
Adanya wacana untuk mengembalikan pendidikan dari Desentralisasi kepada Sentralisasi merupakan angin segar  bagi kami pelaku-pelaku pendidikan yang merupakan ujung tombak pendidkan di lapangan. Semoga hal tersebut  bukan hanya sebagai wacana saja dan angin surga yang hanya menina bobokan., tetapi kami berharap semoga sentralisasi pendidikan cepat terealisasi dan hal-hal seperti di atas tidak terjadi kembali di BUMI SEENTAK GALAH SERENGKUH DAYUNG.  yang kita cintai