Dampak Desentralisasi Pendidikan SMP
dan Solusinya
Sekolah
Menengah Pertama yang disingkat dengan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar
pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau
sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari
kelas 7 sampai kelas 9. Saat ini Sekolah Menengah Pertama menjadi program Wajar
9 Tahun (SD, SMP).
Sekolah
menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak
diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah menengah
pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian
Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
kabupaten/kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan
sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural,
sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas
pendidikan kabupaten/kota.
Sejak
dialihkannya pengelolaan Pendidikan SMP dari Sentralisasi kepada Desentralisasi
(kepada daerah) banyak kesenjangan hasil pendidikan antara satu daerah
dengan daerah yang lain. Dari segi pendanaan saja nampak daerah yang maju dan
kaya akan menganggarkan dana pendidikan besar. Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) masih di bawah Standar Pembiayan. Oleh
karena itu Dana BOS dari APBN seharusnya dibantu dengan Dana
BOS Kabupaten dan Provinsi, namun karena ketidakmampuan Dana APBD dan
ketidakmauan (Politic Will) Pengambil Kebijakan di tingkat daerah maka tidak
ada anggaran Bantuan Dana Sharing BOS Daerah, Dampaknya adalah
penyelenggaraan pendidikan SMP berjalan apa adanya sesesuai dengan dana
apa adanya Dengan dana apa adanya tentu hasil Pendidikan yang dihasilkan juga
apa adanya. Hal ini sudah berjalan selama kurang lebih dua belas tahun. Kalau
seperti ini terus kapankah Pendidikan di daerah yang minus (dalam
tanda kutip) akan maju menyamaikan daearah yang kaya dan besar anggarannya.
Di
samping hal di atas dengan adanya otonomi daerah dalam pendidikan Pimpinan Satuan pendidikan masih dipengaruhi
oleh unsur politik. Siapa yang menjadi
Team Pemenangan dan punya andil modal (biaya) dapat menjadi Kepala sekolah. Sedangkan
yang kalah dan tidak punya modal akan dikick dari Pimpinan sekolah. Alangkah
menyedihkan kondisi pendidikan di daerah seperti ini.jika tidak segera dicaikan
solusinya. Salah satu Solusinya adalah mengembalikan pendidikan menjadi
sentralisasi.
Adanya
wacana untuk mengembalikan pendidikan dari Desentralisasi kepada Sentralisasi
merupakan angin segar bagi kami
pelaku-pelaku pendidikan yang merupakan ujung tombak pendidkan di lapangan.
Semoga hal tersebut bukan hanya sebagai
wacana saja dan angin surga yang hanya menina bobokan., tetapi kami berharap
semoga sentralisasi pendidikan cepat terealisasi dan hal-hal seperti di atas
tidak terjadi kembali di BUMI SEENTAK GALAH SERENGKUH DAYUNG. yang kita cintai